Skip to main content

Latest Post

Hajj Series part 6: Masa Menunggu, Masa Pembersihan Diri

Masjid Abdullah ibn Abbas r.a., Tha'if Pentingnya periode menunggu ini saya sadari belakangan. Tepatnya 1 pekan sebelum saya berangkat masuk asrama haji. There I was, sitting on my sister's dining table, working on proofreading for NCC's next recipe book. The thought suddenly struck my head. Enam tahun lalu, saya mendaftar haji dalam keadaan pakai jeans ketat dan jilbab lilit-lilit. Hari ini, saya akan berangkat haji dalam keadaan bergamis gelap longgar dan berniqab. Dalam masa enam tahun ini, tanpa terencana, saya mulai mendatangi majelis ilmu. Lalu bertekun di dalamnya. Saya mendapati diri sangat bersemangat mencari ilmu agama dan sangat bahagia di dalamnya. Terkadang pergi sendirian, tidak peduli tidak punya teman. Saya datang ke tadabbur selasa pagi AQL di masjid Pondok Indah dalam keadaan saya seperti itu: jeans ketat, jilbab lilit-lilit. Ketika saya ingat lagi sekarang, betapa saya baru menyadari kebaikan hati para pencari ilmu di majelis itu. Mereka tidak memandang s

Hajj Series Part 4: Dua Bulan dalam Gua Batman

Untitled
Nongkrong kelar i'tikaf. Nge-teh susu sama Azza di depan Masjid Al-Haram sambil liatin burung dan orang lewat.

Inilah kisah perjuangan mengisolasi diri dari semua kenikmatan. 

No jalan-jalan, bersosialisasi, nongki-nongki. No hari libur, no santai-santai. Dua bulan menyelesaikan terjemahan 601 halaman adalah di luar kapasitas saya. Normalnya adalah 4 bulan. Saya tidak menyadari saat itu dorongan apa yang membuat saya mengajukan timeline 2 bulan. Yang saya tahu hanya bahwa saya ingin menyelesaikan proyek ini secepat mungkin (3 bulan kemudian barulah saya tahu kenapa). 

Saya mengumumkan ke semua orang di circle saya: kakak-kakak, saudara, teman-teman, rekan kerja, "Jangan ganggu gue dalam 2 bulan ini. Jangan ajak-ajak gue ke mana-mana. Jangan undang ke sini dan ke situ. Jangan tawarin pergi ke manapun, nonton apapun, ngapain apapun. Gue mau masuk gua nyelesaiin pekerjaan besar. Kalo mau bantuin, kirimin aja gue makanan tiap hari karena kayaknya bahkan beli makan aja gue anggep udah rugi waktu."

Allah Kariim. 

Terlalu banyak kemudahan dan jalan rejeki dari arah yang aneh-aneh aja. Dalam 2 bulan itu artinya saya tidak punya penghasilan seperti biasanya. Tetiba ada job nulis blog post dari sponsor yang dengan mudah bisa saya selesaikan sebentar saja. Dan honornya cukup untuk kelangsungan hidup saya 2 bulan. Ada teman kirim makan siang lengkap pake rantang! So, sweet! Ada yang kirim rengginang Surabaya obat patah hati :D. Ada yang masakin tomyam, bikinin brownies, mindahin saya kerja ke pinggir kolam renang. So many unexpected kindness and surprises. May Allah reward them with jannah, aamiin.

Kalo mau ngintip, ada 2 tulisan yang saya buat dalam masa pengasingan itu dan 1 penutupnya:

Hal-hal yang tak terlupa, my thought changing process, things yang terjadi selama periode itu mungkin lebih lengkap di tulisan penutup ini. Sebuah closure, sebuah akhir yang justru membawa saya kembali ke awal:

Long Sujud

Saya masih ingat detik saya mengirimkan bagian terakhir pekerjaan saya kepada klien. Tanggal menunjukkan tepat di hari deadline. I fell into long sujud. Serasa tak percaya ini selesai. I couldn't feel my body. But I could feel the warmth of tears running down my cheek. Alhamdulillah. Walillahilhamd. 

Allahu rabbi, Arrahman, Arrahiim.

Laa hawla walaa quwwata illa billahil 'aliyyil 'azhiim.
Tidak ada daya dan kekuatan selain dengan Allah, The Most High, The Most Great.



Next Chapter: Sentak Tangis di dalam Angkot >>

<< Previous Chapter: Suatu Sore di Sebuah Food Court

Comments

Popular Posts