Hajj Series Part 15: Beautiful Closure (1) - Lesson in the Homeland

Untitled
Tepat di bawah kubah hijau, makam Rasulullah s.a.w.

19 Safar 1439

Semua bekal haji terpakai habis. Menjelang berangkat, saya menerima banyaaaak sekali bekal haji dari orang-orang baik, padahal yang saya butuhkan gak sebanyak itu. Kata salah seorang teman pemilik apotek yang ngirim sekeranjang gede obat-batan, “Udah bawa aja semua. Pasti banyak yang butuh.” Dan juga semua kelengkapan, peralatan, yang saya siapkan lebih, ataupun yang dibekali orang, saya bawa semua. Di tanah suci, saya umumkan semua benda yang available, dan tidak berhenti teman-teman mengetuk pintu kamar saya karena membutuhkan semua bekal itu! Allahu akbar. Dan karena berjiwa Pramuka, saya bawa banyak peralatan “just-in-case”. Kayak sambungan kabel, timbangan koper, swiss army edisi lengkap yang ada segala piso, gunting, obeng, sampai gunting kuku. Di group ikhwan, ada seseorang yang juga bawa banyak peralatan, dia dijuluki MacGyver. Terus salah satu temen haji bilang, “Group akhwat juga punya MacGyver donk: Riana.” Hahahaaa.. Kenape gue terharu ðŸ˜€ 

Semua oleh-oleh terpakai maksimal dan actually dibutuhkan. Saya satu-satunya yang gak belanja di Mekkah, sementara teman-teman lain went wild ngirim karpet bergulung-gulung ke tanah air via ekspedisi dan merambah pasar oleh-oleh anytime they can. Saya belanjanya buah-buahan buat sarapan tiap hari. Lalu untuk bekal i’tikaf saya beli keju, roti, dan ruthob. Can you believe that the first time I ate fresh yellow peach, yes the one I usually bought in the can in Jakarta, is right here in the desert? And they have the best fruits coming from all over the world! Sungguh doa Nabi Ibrahim a.s. yang Allah kabulkan beratus tahun setelah beliau wafat. 

Back to urusan oleh-oleh. Finally, saya belanja oleh-oleh di Madinah, the best oleh-oleh untuk kakak-kakak: ruthob dan kurma ajwa. Plus saya nabung air zam-zam tiap kali ke Masjid Nabawi, kumpulin dalam botol-botol. Minimalis bener deh pokoknya. Selain dana terbatas, saya juga paling gak suka beliin oleh-oleh yang pointless. Singkat cerita, gak bisa dihindari ada juga makanan dan benda-benda yang terbeli sebagai oleh-oleh yang “gak direncanakan”. Dan singkat cerita juga, semua makanan dan benda-benda itu ternyata sangat disukai atau actually lagi dibutuhkan sama yang nerimanya. Ngerti kan maksud saya? ðŸ˜€ ðŸ˜€ ðŸ˜€ Ya udah deh ngerti aja ya ðŸ˜€

I always asked for ilmu yang bermanfaat. Allah memberi saya lebih dari yang saya harapkan. Sometimes we underestimate new skill or knowledge we get candidly. We didn’t even earn it, it just happened. Allah menyebutnya fadhl. Something we don’t earn, we don’t even deserve, but Allah gives it anyway. So far, saya mendapat ilmu baru video editing pakai iMovie dan memahami foto B&W. What a treasure, alhamdulillah. Itu tuh mahal kursusnya, huhu. Dan semuanya terjadi hanya karena saya harus mengiventory video dan foto haji.

Yang paling tidak saya sangka adalah yang terakhir ini: foto-foto yang saya wakafkan via FB, kesemuanya dishare dan reshare ratusan kali. And it’s another story I will share in my next post, insyaAllah. About photos I didn’t even remember taking. 

All I can say is, I guess this is what barakah is all about. I learnt about “barakah” in the Al-Mulk deeper look lesson by Nouman Ali Khan and was mesmerized by its beauty. Abundance. Overflow benefit much more that what is expected. Allah kariim.

Hamdalah is never enough. But the mercy of Allah membuatnya cukup. Allah mencukupkannya untuk kita. Alhamdulillah. Allahu akbar. Walillahilhamd.

19 Safar 1439

——-

Next chapter: Beautiful Closure (2) - About Those Photos 

<<<< Previous chapter: A Painful Goodbye

Comments

Popular Posts