Hajj Series Part 1: Menjelang Pergi '

Untitled
Birds of Al-Haram, 16 Dzulhijjah 1438
While taking a walk from Al-Haram to Bus Station

Pesan ini saya tulis di grup keluarga, menjelang berangkat masuk asrama pondok gede. Beberapa hari lalu saya menemukannya di tumpukan notes digital. Seperti sebuah teguran. Sudah lama saya ingin menulis tentang perjalanan haji, yang keajaibannya sudah dimulai 6 tahun sebelumnya.

Ijinkan saya mulai dengan pesan keberangkatan ini. Anggap sebuah pembuka, tentang sebuah cerita perjalanan penuh cahaya.

Semoga bermanfaat.

————


It goes back a long time ago. Mungkin sekitar masa SMA ketika hati tergetar dan mata tergenang tiap kali siaran langsung Mekah menampilkan Ka'bah tengah di-thawaf-i saudara-saudara muslim segenap penjuru bumi. 


Duhai, sesungguhnyalah saat itu Allah sudah memanggil. Betapa lama kita tak segera menjawabnya, meski sekedar anggukan kepala. Dan betapa sabar Allah menunggu kita. Dia masih menunggu sementara kita terus bermaksiat menggunakan nikmatNya (!). Dia menunggu kita yang tak mau yakin, tak hendak tawakal, betah dalam kebodohan, enggan menghampiri. Dia bersabar ketika kita berdalih berjuta alasan, yang sejatinya adalah was-was yang dibisikkan syaithan agar tak tergerak langkah kita. 


Allah Ar Rahiim, betapa kasihsayangNya Ia, menarik kita dari lubang kekalahan bagai sumur gelap tak berkesudahan. DikeluarkanNya kita dari kegelapan menuju cahaya. Minazhzhulumaati ilannuur. 


Allah Al Ghaffar, betapa pemaafnya Ia ketika kita akhirnya tersungkur takluk. Mengakui bahwa tak ada tempat berpaling melainkan Dia. Tak ada tempat pulang melainkan Dia. Tak ada satupun yang berarti selain ridhoNya. 


Lihatlah betapa gilang-gemilang Ia  menyambut kita dalam dekapan, ketika kita anggukkan kepala, "Labbayk. Aku datang, yaa Rabbiy. Aku datang."


Lalu Ia mengampuni kita, mempersiapkan kita, memperbaiki diri kita, menguatkan iman kita, memahamkan kita ilmu, mengajari kita cara bertawakal. 


DikirimkanNya semua bekal yang kita perlukan. Jasmani yang kuat, ruh yang merindu perjumpaan denganNya, harta, sarana, kesempatan, segala bantuan dan pertolongan dari arah yang tak disangka-sangka. 


Seolah terngiang di telinga, "Bukankah sudah Kukatakan, Akulah yang mengundangMu datang? Akan Kucukupi para tamuKu, Kupantaskan ia, dan Aku lah sebaik-baiknya Tuan Rumah. Tak ada yang sekuasa jamuanKu. Di manapun engkau, akan kucukupi dan kupantaskan meski harus lusuh dan berdebu. Karena Akulah sebaik-baiknya penjamu. Ketahuilah, kuasaKu, rahmatKu, tak terjangkau akalMu."


اِنَّ اللهَ يُبَاهِى بِاَهْلِ عَرَفَات اَهْلَ السَّمَآءِ, فَيَقُولُ لَهُمْ: أُنْظُرُوا اِلَى عِبَادِى. جَآؤُا اِلَيَّ شَعْثًا غُبْراً 

(رواه احمد وابن ماجه فى صحيحه)


“Allah menunjukkan kebanggaan di hadapan para Malaikat di Langit, akan orang-orang yang ada di Arafat. Dia mengatakan : “Lihatlah hamba-hamba-Ku itu. Mereka datang kepada-Ku dengan penampilan lusuh dan rambut berdebu”. (HR. Ahmad dan Ibnu Hibban).


Dari Abdullah bin Amr ra, Sesungguhnya Nabi saw pernah bersabda “Sesungguhnya Allah azza wa jalla berbangga kepada malaikat-malaikat pada sore hari Arafah karena ahli Arafah. Allah berfirman, ‘Kalian lihatlah kepada hamba-Ku, mereka mendatangi Aku dengan keadaan rambut kusut terurai dan berdebu.’”


[Riwayat Ahmad dalam Musnadnya (2/224, no. 7089)]


وَمَن يَتَّقِ ٱللَّهَ يَجْعَل لَّهُۥ مَخْرَجًا 

وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ ۚ وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى ٱللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُۥٓ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ بَٰلِغُ أَمْرِهِۦ ۚ قَدْ جَعَلَ ٱللَّهُ لِكُلِّ شَىْءٍ قَدْرًا 


Barang siapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya, 


dan Dia memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya. Dan barang siapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan-Nya. Sungguh, Allah telah mengadakan ketentuan bagi setiap sesuatu.

(Q. S. At-Thalaq ..2-3)


Mengutip separagraf penuh hikmah milik http://rasniardhi.blogspot.co.id/2010/08/haji-mabrur.html?m=1 :


Ribuan muslim berangkat ke Mekah dengan berjalan kaki. Mereka tidur disekitar Masjidilharam, hanya dinaungi langit Hijaz yang tak berwarna. Burung-burung merpati melompat-lompat di samping kepala mereka. Rambut mereka berdebu, dan pakaian mereka lusuh. Tetapi barangkali merekalah yang menurut sebuah hadits di seru Allah pada hari Arafah, “ Hamba-hambaku datang kepadaku dengan rambut kusut dan pakaian lusuh dari sudut-sudut negeri yang jauh. Berangkatlah, wahai, hamba-hambaku, dengan ampunan-KU atasmu.”


Kakak-kakak dan para keponakan yang dirahmati Allah,


Jazakumullahu biljannah 'alaa kulli hal. Untuk semua bekal perjalanan dan semua doa. Meski keberangkatanku tak seheroik para pejalan kaki, atau para pesepeda dari negeri pangeran dan putri, ketahuilah tak satupun sedekahmu terbuang percuma di mata Allah. 


Dalam Sunan Ibnu Majah, bab “Haji adalah Jihadnya Perempuan”, disebutkan sebuah riwayat dari Aisyah binti Thalhah, Aisyah binti Abu Bakar berkata, “Wahai Rasulullah, apakah perempuan wajib berjihad?”. Beliau bersabda, “Ya, perempuan wajib berjihad tanpa harus mengangkat senjata, yaitu menunaikan ibadah haji dan umrah.”


Dalam Shahih al-Bukhari, bab “Jihadnya Perempuan”, disebutkan sebuah riwayat dari Aisyah seraya berkata, “Aku meminta izin kepada Nabi SAW untuk berjihad.” Beliau lalu bersabda, “Jihad kalian adalah pergi haji.” Dalam kitab yang sama disebutkan sebuah riwayat dari Aisyah, “Rasulullah pernah ditanya oleh para istrinya tentang jihad.” Beliau lalu bersabda, “Jihad itu adalah pergi haji.”


Maka semua bekal perjalanan yang dititipkan padaku insyaallah adalah pahala jihad bagi antum sekalian. Semoga Allah membangkitkan kita kelak bersama para syuhada. Aamiin Allahumma Aamiin.


Maafkan semua kesalahanku. Begitu banyak salah kata, perbuatan, pikiran. Sepanjang umurku hingga berbilang puluhan kini, mungkin tak pernah kumintakan maafmu dengan sepenuh khidmat dan kesungguhan. Mohon hapuskan semuanya meski alpa kumintakan maafnya. Jika ada hutang, mohon tagihkan segera agar tak jadi penghalang urusan di hadapan Sang Maha Penghisab. 


Mohon pamit pergi untuk sebuah perjalanan yang terlalu bercahaya untuk diharapkan berakhir dan kembali. Mungkinkah mengatakan "tidak" pada medan badr dan uhud? Sebagaimanapun kurindukan syahid di bumi haramayn, agar bangkit kelak dalam dengungan talbiyah, sesiapalah aku hingga berani mendahului ketetapan Allah. 


Semoga Allah memasukkan kita ke dalam golongan orang-orang yang saling mencintai karena Allah, bertemu dan berpisah karena Allah, yang kelak memperoleh naungan di hari paling panas dan paling menyiksa, ketika tak ada naungan selain 'arsy Allah, dan tak ada pertolongan selain syafa'atNya. Aamiin Allahumma Aamiin. 


Uhibbukum fillah ❤️❤️❤️


Assalamu'alaykum warahmatullahi wabarakaatuh.


------


Continued to Next chapter: Suatu Malam dalam Gerbong Komuter

Comments