Hajj Series Part 16: Beautiful Closure (2) - About Those Photos
![]() |
Lokasi Perjanjian Hudaibiyah. Taken while walking from Mecca to Mina on the day of Tarwiyah. Hajj began. |
Selama ini saya mengenal “memotret dengan hati”, “memotret dengan cinta”. Hasilnya lebih indah, lebih dalam, lebih bercerita, lebih berjiwa.
Di tanah suci, saya belajar sesuatu. Ada tingkatan yang lebih tinggi dari itu. Yaitu “memotret dengan cinta karena Allah”. Dengan iman. Dengan hati yang tunduk kepada Sang Khalik. Dengan kesadaran penuh bahwa diri ini hanyalah berasal dari segumpal nutfah yang hina.
Maka tak ada kejar mengejar momen. Atau bersusah payah mencari angle dan posisi. Jika Allah jadikan semua foto-foto itu indah, maka indah. Tanpa bersusah payah.
Ketika masih di tanah air, terpikir apakah saya perlu membawa kamera. Tapi karena saya mau focus ibadah, jangankan niat memotret, niat beli oleh-oleh aja gak. Lagian saya tau nih, kalo saya bawa kamera pastinya saya bakal overwhelming. Yakin bahwa saya akan bersyukur nanti ketika gak ada lagi that “urge” to take shots. Make it simple.
Dan demikianlah yang terjadi di tanah suci. HP super jadul kebanyakan ngendon di kantong aja, cuma dipakai untuk komunikasi dengan group haji dan keluarga di tanah air. Sesekali taking shots, itupun ngasal aja dan kalau bener-bener udah gak ada lagi yang dikerjain. Pas lagi ngantuk, lagi gak dzikir. Liat burung, liat nenek-nenek. Gak ada ngompos-ngompos (ngatur komposisi), nggak ada ngerencana-ngerencana. Kayak orang gak sadar aja.
Sesampainya di tanah air saya juga gak punya kebutuhan untuk buka semua file foto itu. Setelah lewat sebulan lebih, saya buka iPad dan terpampanglah salah satu foto di haramayn yang tersinkronisasi ke iPad. I was so kaget. Karena saya gak ngerasa bikin foto itu. I mean, yang bener aja sik. Perasaan kerjaan saya cuma jalan kaki, ibadah, tidur, repeat from the top. Beneran saya heran. Terus makin saya buka foto-foto yang lain, dan makin terheran-heran! Serius nih? Kapan gue motonya?????
Okelah. Kalo udah kayak gini, maka foto-foto itu menjadi amanah yang gak boleh cuma dipake buat profile picture. Bukan saya yang bikin foto itu, saya gak merasa punya andil. Semua foto ini dari Allah dan harus saya teruskan kepada sesiapa yang membutuhkan.
Hingga detik saya nulis ini (22 Safar 1439, sebulan lebih setelah pulang ke tanah air), saya masih saja posting foto-foto indah yang tidak berhenti bermunculan dari tumpukan. Many of them I don’t even realized exist. Ternyata, tanpa saya sadari, tanpa saya niatkan, Allah menggerakkan tangan dan kaki dan jemari saya hingga terciptalah foto-foto itu.
Dan ternyata sangat banyak. MasyaAllah, Allah Kariim, Allah Rahiim.
Saya pikir saya sudah mengerti makna “menginfaqkan yang kaucintai”. Not until today. Ketika saya wakafkan semua foto-foto itu, saya baru paham apa maknanya. Seseorang mengabari kalau dia mendownload beberapa foto untuk di-frame dan dipajang di ruang tamunya. Seorang yang lain mengabari bahwa ia menggunakan beberapa foto sebagai alat peraga untuk murid-muridnya di sekolah.
Ketika manfaat mengalir lebih banyak, berlipat-lipat kali melebihi semestinya. Barakah. Allah tabaarakta wa ta’aalaa..
Pejaten, 22 Safar 1439 Pulang reuni haji DT
———
Links:
Get the photos here or here. Use them for free.
Semoga Allah kekalkan barakahNya hingga yaumil akhir, aamiin.
————
Next chapter: Beautiful Closure (3) - Some Answered Questions
<<<< Previous chapter: Beautiful Closure (1) - Lessons in the Homeland
Comments
Post a Comment