Hajj Series Part 7: The Big News and The Forgotten Dream

Untitled

 Tahun 2017 diawali dengan sebuah SMS penting dari Departemen Agama: nama saya masuk dalam daftar calon jamaah haji yang akan berangkat tahun ini.

Separuh mengawang, separuh panik. Terpana membaca SMS itu. Bersyukur, excited, sekaligus kelu. Really? Now the time has come? Finally? Allahu akbar, alhamdulillah.

Saya tertegun, tidak tahu harus berbuat apa, tidak tahu harus mulai dari mana. Seorang teman yang saya beri kabar dengan segera menyuruh untuk segera ke Departemen Agama untuk daftar ulang. Dan saat itu baru saya menyadari, berkas saya raib entah kemana.

Singkat cerita, proses penggantian berkas di Departemen Agama, sekaligus daftar ulang, masyaAllah, berjalan lancar dan cepat di luar dugaan saya. Yaa Rabb, luar biasa tim DepAg dalam menangani proses administrasi. Sangat memudahkan, sangat ramah dan menenangkan. Semoga Allah balas kebaikan mereka dengan surga, aamiin.

Sejak dalam masa penantian, saya sudah khawatir tidak mampu melunasi biaya haji. Setiap tahun, biaya penambahan haji bervariasi. Ketika diinfokan biaya pelunasan, plesss, yaa Allah, legaaaaa.. tidak ada kenaikan dari tahun sebelumnya, dan tabungan sudah saya siapkan seputar angka itu. Allah kariim.

Selanjutnya saya harus menentukan mau ikut pembimbing haji yang ditetapkan oleh DepAg, tanpa biaya tambahan, atau mengikuti pembimbing haji “swasta” pilihan sendiri dengan, tentu saja, biaya tambahan sesuai penyedia layanan KBIH (Kelompok Bimbingan Ibadah Haji).

Entah kenapa ya, bawaan dompet dan jiwa bolang, saya bertekad se-low-budget mungkin. Jadi saya santai aja gak mau pakai layanan KBIH luar. Hingga suatu hari temen saya datang dengan informasi, “Satu pembimbing tuh bakal pegang 120 orang jamaah haji loh!” Wah, banyak ya 😄.

Lalu dia nyodorin brosur ke saya, “Nih, ikut ini aja nih!” Brosur KBIH Daarut Tauhid. Saya ambil dan baca brosur itu, lalu segera ke websitenya. Ketika membaca mengenai program tanazul, saya mendadak tertegun, mau nangis, mau teriak kesenengan juga!

The Forgotten Dream

Sekitar 6-7 tahun sebelumnya, sepulang mbak Fat, guru baking saya, dari perjalanan haji, beliau bercerita. Ketika wukuf di Arafah, beliau bertemu rombongan berbaris jalan kaki, berangkat duluan ke Muzdalifah. “Kami ikut rombongan Aa Gym akan jalan kaki ke Muzdalifah,” demikian mereka menjelaskan ketika ditanya.

Saat mendengar cerita itu, dan saya bilang, “Ah, aku mau jalan kaki kayak gitu. Nanti aku mau ah ikut rombongan Aa Gym, jalan kaki.”

Tapi kemudian saya lupa impian itu! Dan saya juga gak tau harus cari info ke mana, apa dan bagaimana bisa ikutan rombongan jalan kaki itu, gak boro-boro kepikiran. Saya blank banget harus mulai persiapan haji ini dari mana!

Nah, temen saya ini gak pernah tau mengenai keinginan saya itu. Kok bisa spesifik banget dia kasih saya brosur KBIH Daarut Tauhid? Bukan KBIH lain yang jumlahnya ratusan di Jakarta ini? Allahu akbar, walillahilhamd.

Buat orang lain ini mungkin tidak berarti apa-apa. Tapi buat saya ini besar sekali. Aneh sekali. Bukti bahwa Allah lebih dekat dari urat leher kita. Bukti bahwa Allah mengurusi makhluknya dengan sangat presisi, sangat personal, dengan kasih sayang tak akan sanggup kita rincikan. When we forget, Allah remembers. When we don’t know where to go, Allah sends the way, so personally and in extreme precision.

Dan keajaiban ini masih belum berhenti. 


Next chapter: KBIH Daarut Tauhid >>>

<<< Previous chapter: Masa Penantian, Masa Pembersihan Diri

Comments

Popular Posts