Pagi di Lentea (TN Wakatobi Bag. 6)

Sebuah pagi yang erat lekat di ingatan, salah satunya adalah pagi itu di Lentea. Terbangun subuh ketika masih gelap, wudhu, subuhan. Bau kayu tersentuh embun dan udara subuh, seketika membawa ingatan saya ketika kecil dulu di kampung ayah dan mama di Pagar Alam. Sebuah dusun di kaki Gunung Dempo yang udaranya super duper dingin. Rumah panggung kayu besar milik nenek.

Tidak menunggu lama hingga kami bergegas ke teras rumah sehabis subuhan. Tidak mau keduluan matahari! Subuh biru! Laut lepas tenang, airnya surut hingga cukup jauh. Foto-foto jelang sunrise super cantik dirasa ada yang kurang. Indhi nyuruh mas Mahrun naik perahu ke tengah laut, demi supaya ada siluet perahu lewat dengan manusianya, hahaaa.. Jual kemana habis ini fotonya, 'Ndhi? Natgeo yaaaa...

Wakatobi 038 Wakatobi 039
Wakatobi 077

إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ وَاخْتِلاَفِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لآيَاتٍ لِّأُوْلِي الألْبَابِ

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal,
(Q.S. Ali Imran 190)

Mungkin salah satu yang paling menjiwai ayat ini adalah para fotografer. Pergantian hari, malam ke pagi, sore ke malam, adalah saat-saat di mana warna udara berubah tiap detiknya. Dan dalam spektrum warna paling luas. Mulai biru, ungu, merah, oranye, kuning, terkadang merah jambu, atau keperakan, atau warna-warna yang tidak ada manusia yang menamainya.

Wakatobi 078 Wakatobi 040

Adik ini, haduh lupa namanya, lagi asik berenang dan bolak-balik terjun dari perahunya. Saya dan Indhi sempat minta dia untuk beberapa kali terjun ulang untuk kita foto. Kayaknya saya dapet sih 1-2 foto dia lagi terjun yang lumayan cakep. Somehow didn't make it to Flickr, biasanya karena saya ogah kebanyakan upload foto. Jadi pingin cari lagi.

Sambil diseling ngeteh dan berkemas, kami ngobrol dengan beberapa tetangga yang datang mampir dan ikut ngopi sama-sama. How I love kehidupan desa. Siapapun dengan mudah bisa mampir kapan saja. Hampir pasti disambut ramah dan hangat. *It's sunnah!*

Wakatobi 042

Kami segera berangkat lagi sebelum matahari tinggi. Masih ingin menikmati teras bioskop bintang-bintang, namun juga tidak sabar menagih janji  Pak Hamid yang akan membawa kita ke hamparan terumbu karang super luas yang masih perawan.

Laut sedang surut hingga jauh ke tengah. Tangga dan tiang-tiang rumah terbebas dari air laut. Perahu kami perlahan menjauhi rumah panggung Pak Hamid. Para tetangga sudah kembali ke aktifitas masing-masing. Adik kecil tadi melepas kami pergi.

To be continued

Next:
Hamparan Terumbu Karang Super Luas nan Perawan

Comments