Do Not Believe What You Read in the Papers

Song: Paperback Writer - The Beatles



Pengalaman saya di bidang media sih dikit banget. Kerja di radio berita selama 3 tahun, dan di majalah musik selama 2 minggu. Dua minggu! Another storylah itu, dan gak terlalu menarik.

Sependek yang saya selami sesebentar itu, gak ada sesuatu yang cukup besar yang membuat saya mengernyitkan kening menghadapi dunia media dan wartawan. Buat saya semua lurus-lurus aja. Apa yang disampaikan narasumber, diteruskan langsung kepada publik. Simple and fast, loud and clear.

Hingga suatu hari, seorang teman milis yang gak mau disebut namanya, diliput media cetak. Di situ ditulis bahwa si teman ini seolah berniat meninggalkan kantornya dalam 2-3 tahun mendatang. Nahlo!
Teman saya ini dalam emailnya curhat,"Duh, mbak, untuk gak ada foto akunya loh. Kalo sampe ada, dan dibaca orang kantorku, bisa dipecat aku."
Padahal sebaliknya, teman saya ini justru bilang ke wartawan bahwa dia sudah merasa nyaman di kantornya dan tidak berniat keluar. Halah, si wartawan malah ngaraaaang....

Kira-kira sebulan kemudian, giliran Ruri dan mbak Ita, sobat di milis NCC, diliput media cetak juga. Setali tiga uang, info yang ditulis udah ngacak adul ngarang jaya! Mulai dari salah tulis nama, salah tulis kisahnya mbak Ita, dll.

Waktu
itu, asli saya ngakak berat, karena udah mulai mahfum sama kegiatan mengarang bebasnya wartawan.

Terakhir, seorang sobat blogger memperoleh liputan dari media cetak import ternama. Di dalam tulisan tersebut, rupanya sosok saya nyangkut dikit, walaupun tak bernama dan tak berwajah. Tapiii... oh lala, storynya ngarang abissss!!
Karena tulisan yang tidak sesuai kenyataan ini, sobat blogger tersebut sampe gak enak dan mengemail saya tentang ini. Saya sih ketawa aja, karena akhirnya familiar juga dengan kegemaran kuli flash disk ini dalam berimprovisasi sebebas-bebasnya imajinasi.

Seperti yang sudah-sudah, kalo saya gak menyukai sesuatu, sesuatu itu malah terjadi pada saya. Agaknya ini adalah skenario rutin dari Allah untuk menempeleng saya dari waktu ke waktu. Demikian juga kejadiannya dengan praktek 'karang-mengarang' wartawan ini.

Kira-kira sebulan lalu, sebuah media cetak Asia Tenggara menugaskan saya menulis tentang seorang tokoh kuliner di Indonesia (saya nulis ini dengan lagak sok kalem nih, padahal girang banget!). Dengan semangat membara saya menginterview tokoh tersebut dan menuliskannya untuk media itu. Sang editor bilang, "The writing is good," dan beberapa hari kemudian mengirim kembali tulisan yang sudah dieditnya kepada saya.

Ketika saya baca... Halaaaah... udah tau donk apa yang terjadi? Ngaraaaaang..... Well, gak ngarang abis sih, tapi banyak bagian yang dilebih-lebihkan! Saya tulis 'exclusive', diganti jadi 'ultra exclusive'. Yang saya maksudkan 'hebat', diedit jadi 'omigosh amit-amit luar biasa'. Dan actually, ada satu kalimat yang saya tahu pasti memang ngarang! (Karena dia menulis ulang sebuah adegan yang saya alami sendiri dalam interview itu, dengan ditambahi sedikit detail karangan dia). Memang sih gak mengurangi atau mengubah esensi tulisan, tapi secara keseluruhan efek dramatisasinya jadi gila-gilaan, jek! Kayaknya gue aja yang ketemu langsung sama orangnya, dan nota bene hobi mendramatisir tulisan juga, gak ngerasa segitunya deh! Huahaha....!

Tulisan itu saya koreksi sedikit detail faktanya, tapi gak saya ubah gaya dramatisasinya. Saya cuma komentar sedikit ke editor saya,"It's very you :)". Yang maksudnya adalah: ngarang ni ye!
...

Comments

  1. hmmm...tau deh skrg,kenapa org se-brilyant kamu,kok malah gak jadi wartawan/kolomnis(eh,bener gak nulisnya?ataw apalah sejenisnya,ya krn begitu yaaa,tapi moga2 ga semua tulisan di media itu ngarang bebas,ya Ri...(wallahualam,mudah2an). Kayaknya kamu lbh baik nulis sesuka hati,malah jadi betah nge-bacanya.(-A-)

    ReplyDelete

Post a Comment